infopali.co.id Setelah mencicipi hampir semua gelar bergengsi di level klub, Carlo Ancelotti kini menerima tantangan super berat: membawa Selecao kembali ke puncak dunia. Mulai 26 Mei, Don Carlo resmi memegang kendali Timnas Brasil, menggantikan Dorival Junior yang didepak setelah kekalahan telak 1-4 dari Argentina. Ancelotti akan menjadi pelatih asing pertama yang memimpin Brasil di Piala Dunia, sebuah beban yang tak ringan. Namun, tiga alasan kuat menunjukkan peluang suksesnya di tanah Samba.
Pertama, kepribadian Ancelotti yang tenang bak air terjun di tengah terik gurun, menjadi kunci. Kepemimpinannya yang humanis, seperti yang tertuang dalam buku "Quiet Leadership", membuatnya mampu mengelola ego para bintang. Pengalamannya di Real Madrid, Chelsea, Bayern Munich, hingga PSG, membuktikan kemampuannya menjaga harmoni ruang ganti—sesuatu yang krusial bagi Brasil dengan tekanan media dan ekspektasi tinggi. Bahkan legenda Zico menyebut Ancelotti sebagai pilihan ideal karena menghormati pemain, menganggap mereka lebih penting daripada taktik.

Kedua, Ancelotti memiliki kedekatan spesial dengan generasi emas baru Brasil. Dengan Neymar yang menua dan rentan cedera, masa depan Selecao ada di pundak Vinicius Junior, Rodrygo Goes, Eder Militao, dan Endrick—semua pernah diasuhnya di Real Madrid. Ancelotti berperan besar dalam transformasi Vinicius dari pemain yang sering dicibir menjadi bintang La Liga. Rodrygo dan Militao juga menjadi pilar penting Madrid di bawah arahannya, menjuarai dua Liga Champions. Endrick, meski masih belia, sudah merasakan atmosfer elit bersama Madrid. Kedekatan ini akan memperkuat chemistry dan kesinambungan permainan di level klub dan timnas.
Ketiga, ini adalah tantangan pribadi Ancelotti yang terakhir: menjuarai Piala Dunia. Ia satu-satunya pelatih yang pernah menjuarai lima liga top Eropa, dan telah meraih lima gelar Liga Champions. Piala Dunia adalah satu-satunya trofi yang belum pernah ia raih. Menjuarai Piala Dunia bersama Brasil—negara dengan sejarah sepak bola paling gemilang—akan menjadi puncak kariernya yang gemerlap. Ini bukan sekadar soal prestise, tapi ambisi pribadi untuk mengakhiri karier dengan sempurna. Setelah sempat dianggap meredup saat melatih Everton, Ancelotti membuktikan kualitasnya saat kembali ke Madrid. Kini, dunia menyaksikan apakah ia mampu membawa kembali kejayaan Brasil, yang terakhir juara dunia pada 2002.